Sebagai WNI dengan usia produktif, Alhamdulillah saya sudah bekerja sejak 2012 dan berhasil mengurangi beban orangtua saya dengan mempunyai penghasilan sendiri. Niat berhemat tentu ada, tapi sebagai seseorang yang mudah bosan, saya cukup sering mencoba makanan baru dan jalan-jalan ke tempat yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Begitupun, tentu saja biaya-biaya tersebut saya perhitungkan agar tetap mempunyai sisa untuk tabungan. Prinsip anak muda zaman sekarang adalah YOLO(You Only Live Once), tapi saran saya jangan salah mengartikan prinsip ini, karena banyak orang yang akhirnya menyesal di kemudian hari karena hanya memiliki sedikit simpanan di saat dia betul-betul membutuhkan, dan skenario terburuk sampai meminjam uang.
Nah, tabungan sudah ada, masalahnya, godaan banyak. Apalagi kalau tabungan hanya diam saja di rekening kita, tak dimanfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat, rasanya kok sayang ya. Dengan pikiran itulah, saya mulai terdorong untuk mencari berbagai kesempatan mengalokasikan dana di tabungan saya.
Tentunya pilihan paling dekat saat ini adalah deposito, selain dijamin oleh bank, bunganya juga stabil. Jadi deposito termasuk low risk low return, dengan kata lain investasi dengan risiko rendah tapi bunga juga rendah. Salah satu kelemahan deposito adalah sistem penalti jika simpanan kita diambil sebelum waktunya cair. Jadi tidak bisa menjadi dana darurat.
Setelah mencari kembali, saya menjumpai reksadana. Bisa dibilang ini salah satu yang lagi ngetrend akhir-akhir. Meskipun sistem reksadana sebenarnya sudah ada dari dulu, tapi masyarakat Indonesia baru mengenalnya secara luas dalam beberapa tahun terakhir. Persyaratannya yang dipermudah dan banyaknya aplikasi yang mulai menyediakan fasilitas ini membuatnya semakin dikenal. Produk investasi ini sebenarnya menguntungkan, tapi dalam jangka waktu lama.
Dana yang kita berikan akan dialokasikan oleh suatu badan ekonomi yang menginvestasikannya kembali. Naik-turunnya investasi kita akan dilaporkan secara bulanan, jadi jelas angkanya. Secara umum, dalam 5 tahun pertama kita harus siap bahwa dana yang kita alokasikan mungkin justru akan menurun nilainya. Tidak perlu panik karena memang sistemnya seperti itu. Setelah melewati tahun ke-7 barulah angka yang kita investasikan terbilang meningkat disbanding dengan modal yang kita alokasikan. Lebih lanjut mengenai reksadana akan saya bahas di posting tersendiri.
Lalu kita tiba di produk investasi berikutnya, yaitu Sukuk Tabungan(ST). Tidak terpikir saya ketika memulai pencarian ini, akan menemukan produk investasi pemerintah. Surat Berharga Negara(SBN) ini dipelopori oleh kemenkeu untuk menjangkau calon-calon investor yang menolak berinvestasi pada sistem yang sarat dengan unsur riba. Makan dikeluarkanlah oleh Kemenkeu SBN syariah yang sudah mendapat sertifikasi halal dari MUI. Dana hasil penerbitan ST akan digunakan untuk kegiatan investasi berupa pembelian hak manfaat barang milik Negara dan pengadaan proyek untuk disewakan kepada pemerintah. Imbalan kepada investor adalah keuntungan hasil kegiatan investasi tersebut.
Keuntungan yang investor dapat adalah sistem imbalan floating with floor, dengan kata lain imbalan yang didapat adalah fluktuatif tetapi memiliki batas terendah yang dijamin oleh Negara. Misalnya, untuk ST004, keuntungan per tahun adalah 7.95%. Angka ini akan disesuaikan dengan bunga Bank Indonesia, seandainya bunga BI meningkat, maka keuntungan investor juga meningkat, tapi sebaliknya jika bunga BI turun, imbalan investor tidak akan lebih rendah dari 7.95%. Sistem itulah yang disebut floaring with floor.
Dengan prinsip investasi yang berbasis syariah, tentu ST ini berhasil menarik minat investor-investor pemula. Risikonya yang rendah dan modal minimal Rp. 1.000.000 membuatnya cukup menarik minat khalayak ramai. Akhirnya saya putuskan untuk menginvestasikan sebagian asset saya di SBN satu ini. Tentu saja tidak semua ya, karena seperti prinsip seorang bijak, “jangan taruh semua uangmu di 1 kendi.” Kita tidak tahu apa yang terjadi ke depannya.
[Update] Per bulan Mei 2019, Alhamdulillah imbalan dari ST lancar ke rekening saya. Memang imbalannya naik-turun, bulan April sekitar 0.8%, bulan Mei dapat 0.57%. Kalau kita hitung 7.95% / 12 bulan, hasilnya sekitar 0.66% rata-rata per bulan. Jadi bagi saya, hasil ini masih sesuai dengan ekspektasi (walau sebagai manusia kita pasti berharap dapat lebih ya).
Penutupan dari saya, adapun pengalaman di atas adalah murni pengalaman pribadi saya. Keputusan saya ambil setelah berdiskusi dengan teman-teman, mencari narasumber keuangan yang terpercaya, serta membaca peraturan-peraturan pemerintah dalam berinvestasi. Saya sudah merasakan bagaimana sakitnya ditipu oleh orang dan investasi bodong. Saya sangat berharap kesalahan saya tersebut tidak dialami oleh sahabat-sahabat saya yang membaca posting ini.
Salam dan semoga bermanfaat.
Catatan kaki:
Comments