top of page
Writer's pictureAdrian Tambunan

Investasi: Hati-hati Investasi Bodong!

Maraknya penawaran investasi bodong menarik untuk dibahas, pemicunya sudah jelas, perkembangan tekonologi yg memudahkan komunikasi serta berlakunya hitam di atas putih hanya dengan kata-kata di telepon dan rekaman pembicaraan.

Tentunya mudah berasumsi bahwa yg banyak tertipu investor abal-abal ini adalah generasi tua yg notabene sedikit “gaptek”, sehingga mudah menyetujui atau mengklik sesuatu di HP mereka tanpa mengetahui lebih detail apakah konsekuensi perbuatan mereka. Tetapi setelah ditelusuri, generasi mudapun banyak yg tergiur dengan investasi bodong, iming-iming pengembalian dana dengan bunga tinggi dalam waktu yg relatif singkat.

Dalam kesempatan ini, saya mencoba merangkum beberapa ciri-ciri investasi yg sebaiknya dihindari. Jangan buru-buru dalam membuat keputusan ya, pelajarilah kendi tempatmu menaruh uang.

  1. If it’s too good to be true, then don’t do it. Kalau sesuatu kedengarannya terlalu indah, hindari! Sebagai investor pasif, tentunya yg 100% bekerja adalah orang yg diberikan dana, nah, coba bayangkan seandainya kita yg bekerja. Apakah kita rela 50% penghasilan kita diserahkan kepada pemberi dana? Padahal keringat jerih payah kita tiap hari? Tentunya tidak masuk akal. Jadi iming-iming bunga pengembalian yg terlalu tinggi harusnya dihindari. Jangan lupa, sebagai investor pasif itu kita pada dasarnya tidak bekerja apapun, semuanya sudah dikelola, jadi wajarlah kalau target pengembangan dana investasi kita <25%.

  2. Jangka pendek dengan bunga besar? Ini mah judi, bukan investasi. Godaan laba dalam jangka waktu pendek ini memang sangat menggiurkan, tapi coba kita pikirkan sejenak. Seandainya ada yang menawarkan investasi dengan bunga 1-5% dalam tempo 1 minggu atau malah 1 hari? Berarti laba dalam setahun > 50%? Wah, kalau kita wirausaha dan punya perusahaan sendiri, wajar laba segitu, tapi sebagai investor pasif berharap dapat segitu? Saya jadi heran kenapa semua orang tidak berhenti kerja saja dan memilih investasi itu. Ada alasannya kenapa keluarga-keluarga jutawan itu tetap kerja bos!

  3. Investasi tanpa risiko? Tidak mungkin! Sudah jelas bahwa yg namanya usaha pasti ada risikonya, jadi kalau ada yg menawarkan pengembalian dana tinggi tanpa risiko, sudah jelas harus dipertanyakan. Tentunya contoh bagus untuk investasi dengan risiko paling minimal adalah obligasi pemerintah, sukuk bunga, ataupun Deposito, dan target bunganya <7% per tahun.

Faktor di atas biasanya cukup sebagai lampu merah sebelum kita memutuskan investasi. Saat ini yg marak adalah investasi sistem Peer to Peer Lending atau disingkat P2P. Bunganya berkisar 10-24% per tahun, sistemnya adalah dana dari investor dialokasikan ke peminjam per orangan, walau ada beberapa yg ke perusahaan. Untungnya OJK cukup sigap dalam menelusuri perusahaan-perusahaan yg menawarkan P2P lending, tampak dari adanya rilis berkala OJK terhadap perusahaan-perusahaan yg bergerak di bidang P2P. Saran saya, kalau belum terdaftar OJK, telusuri dahulu rekam jejak perusahaannya, kemudian lihat opini pendana mereka sebelumnya. Tapi ingatlah, kalau tidak terdaftar OJK, berarti antara mereka masih baru, atau memang tidak lolos seleksi OJK, jadi saran saya hindari.

Apakah P2P ini cocok utk semua orang? Tidak juga. Kalaulah dana ingin diinvestasikan adalah dana dalam jumlah besar yg selama ini tertahan di bank, dan ingin menghindari risiko sama sekali, saya akan tetap menyarankan deposito, paling aman! Tapi bagi orang yg masih semangat mencari lahan investasi yg cocok, dan ingin diversifikasi portofolio, pelajarilah lagi apakah anda tipe yg lebih cocok ke deposito, properti, P2P lending, reksadana, atau malah saham?

Saya baru mendapat undangan ke grup ini via aplikasi Telegram, grup investasi yang mana manajer investasinya menjamin profit dalam 1 hari. Menggiurkan? sudah pasti! Tapi bukankah terlalu indah? Kalau perusahaan besar dengan manajer investasi berpengalaman sulit menjamin keuntungan 10% dalam 1 tahun, kenapa pula si kawan bisa seyakin itu menjamin profit dalam 1 hari? Bahkan mereka menggunakan sarana aplikasi Telegram, yang mana kelebihannya adalah lebih terproteksi dan privasi terjaga, tapi kelemahannya adalah tidak dicantumkannya nomor telepon pengguna aplikasi. Berbeda dengan Whatsapp yang mengharuskan pengguna mendaftarkan nomor telepon, jadi setidaknya kita bisa punya cara menghubungi orang tersebut tanpa melalui aplikasi. Bagaimana kalau setelah kita transfer sang manajer langsung memblok ID telegram kita? Kelar deh gak ada cara lain menghubungi yang bersangkutan. Setidaknya kalau ada nomor telepon, kita bisa memberi laporan ke polisi untuk mengecek pemilik nomor tersebut.

Catatan tambahan saja, kalau tidak ingin repot dalam diversifikasi, gunakan saja aplikasi investasi seperti Bibit dan Bareksa. Keduanya menyediakan fitur lengkap mulai dari reksadana, sampai saham, bahkan mereka akan menjelaskan risiko tiap pilihan anda. Aplikasi seperti ini cocok untuk orang yg ingin memudahkan pencariannya dalam berinvestasi. Tapi seandainya ada waktu utk memelajari lebih dalam, saya merekomendasikan cobalah terjun ke dunia saham dan P2P lending, cari yg cocok dengan penghasilan anda dan follow up, selain menambah pengalaman juga memberi kesempatan utk laba lebih jika sudah memahami sistemnya.


Salam investasi dari saya,


Adrian




Referensi:


Comments


bottom of page