"Tulisan dokter itu jelek."
"Tulisan dokter itu seperti cakar ayam."
Beberapa opini yang sudah tersebar mengenai karakteristik seorang dokter adalah tulisannya yang jelek (sulit dibaca). Sebenarnya ini fakta atau hoax ya. Coba kita lihat contoh tulisan dokter berikut:
Bisa kebaca? Saya saja kesulitas. Berarti, faktanya tulisan dokter memang sulit dibaca nih. Berarti pertanyaannya adalah, "Kenapa ya tulisan dokter sulit dibaca?" Semua hal tentu saja ada sebab musababnya. Kita telusuri faktornya satu-satu ya.
Dahulu kala, zaman tanpa internet dan buku kedokteran masih terbatas, senior-senior harus mencatat segala ilmu yang diajarkan. Jadi, kita bayangkan, saat mereka belajar fisiologi kedokteran misalnya, mereka harus merangkum buku ini:
Ya, buku tebal di atas tersebut harus mereka rangkum ke dalam buku tulis mereka. Untuk menghemat waktu, mereka harus terbiasa cepat dalam menulis, karena yang disampaikan dosen secara lisan juga sama pentingnya. Zaman dahulu belum ada power point dan semacamnya, mengharapkan catatan kawan juga sulit, karena berbeda cara penulisan dan metode belajar justru membuat bingung. Ada yang metode visual, ada yang dominan di audio jadi mungkin lebih mudah menghapal kata-kata daripada tulisan. Jadi harus terbiasa untuk cepat dalam menulis. Dan hal ini biasanya terbawa hingga setelah sang dokter lulus.
Memasuki lingkungan kerja, kala itu jumlah dokter masih sedikit, normal bagi seorang dokter untuk menangani 100 pasien dalam 1 hari, bahkan lebih. Bisa anda bayangkan kalau jumlah itu dibagi dalam 8 jam kerja? Yak, saya bantu ya. Totalnya adalah 5 menit/pasien.
Mari kita buat skenario. Nah, batuk-batuk? Sudah berapa hari? Berdahak tidak? Ada demam? Apakah nyeri jika menelan? Sudah ada minum obat sebelumnya? Kita periksa dulu ya, buka mulutnya, kita lihat tenggorokannya, baring di tempat tidur, kita periksa parunya ya. Tarik nafasss, buang nafasss, Yak, selesai. Paru-paru anda bagus, jadi ini cuma radang tenggorokan biasa, kurangi makan gorengan dan obat sirupnya diminum teratur ya<Ngomong sambil tulis resep> NEXT!
Nah, resep obat ini sendiri, banyak miskonsepsi, karena mayoritas sudah terbayang nama merk jadi mengira mayoritas obat hanya satu atau dua kata. Padahal ada yang begini:
Ada kalanya obat yang dipakai adalah kombinasi. Jadi tulisannya sedikit rumit seperti contoh di atas. Banyak dokter yang sudah berkoordinasi dengan apotekernya, jadi biasanya kombinasi obat yang sudah sering dipakai tidak perlu menggunakan tulisan sedetail di atas. Cukup beberapa huruf terbaca saja dan si apoteker sudah tahu kombinasinya.
Penghematan waktu itu sangat penting, 5 menit per pasien hanya pada situasi ideal. Bagaimana kalau penyakitnya ada komplikasi? Atau mungkin pasien anak yang sulit diajak komunikasi? Bisa perlu 10 menit, dan imbasnya pasien lain semakin menumpuk, kami sebenarnya tidak ingin membuat orang sakit menunggu meski 5 menit, percayalah!
Sebagai penutup, saya ingin mengutarakan pendapat bahwa kebiasaan ini sudah mulai hilang. Salah satu alasannya adalah media tulis yang sudah semakin berkembang dengan adanya komputer. Faktor lainnya adalah jumlah tenaga medis yang sudah semakin banyak, terlalu berisiko menuliskan nama obat dengan tulisan yang sulit dibaca. Mengingat dokter memiliki beberapa tempat praktik dengan apoteker yang berbeda-beda, jadi tulisan mereka harus sejelas mungkin untuk menghindari kesalahan dalam pembacaan resep.
Sekian dari saya dalam penulisan kali ini. Semoga bermanfaat...
Sumber:
Comments