Pertama, coba kita diskusi dulu, apakah beras porang bisa dibilang beras?
Secara definisi memang beras haruslah olahan dari padi, tapi berhubung ada yg punya ide untuk mengolah umbi menjadi seperti bentuk beras, banyak yang memperbolehkan istilah “beras porang” atau “beras shirataki/konjac.” Seperti poster yg saya dapat dari sumber berikut:
Jelas yaaa, jadi beras porang secara bahasa sudah betul.
Nah, karena sudah sepakat ada yang namanya beras porang, kita lanjut pembahasannya ya.
Beras porang, juga dikenal sebagai beras umbi-umbian, atau beras keladi, berasal dari tanaman umbi porang (Amorphophallus oncophyllus). Tanaman ini umumnya ditemukan di daerah tropis, termasuk Indonesia. Porang memiliki umbi yang berukuran besar dan sering digunakan sebagai bahan dasar dalam berbagai hidangan.
Perbedaan utama antara beras porang dengan beras lain terletak pada kandungan kalorinya. Beras porang cenderung memiliki jumlah kalori yang lebih rendah jika dibandingkan dengan beras biasa. Hal ini dikarenakan kandungan karbohidrat yang rendah dalam beras porang. Catatan penting: Karbohidrat adalah sumber utama energi dalam makanan.
Selain itu, beras porang juga mengandung serat yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras biasa. Serat merupakan komponen penting dalam diet yang membantu menjaga kesehatan pencernaan dan mengendalikan berat badan. Kandungan serat yang tinggi dalam beras porang dapat memberikan rasa kenyang lebih lama dan membantu mengendalikan nafsu makan.
Meskipun beras porang memiliki kalori yang lebih rendah, penting untuk diingat bahwa pengolahan dan cara memasak juga dapat memengaruhi nilai nutrisi. Jika beras porang diolah menjadi makanan yang digoreng atau ditambahkan bahan berlemak, nilai kalorinya dapat meningkat. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan cara memasak dan mengolah beras porang agar tetap sehat dan rendah kalori. Tapi tentunya nasi goreng shirataki akan memiliki kalori lebih rendah dibanding nasi goreng biasa (dengan catatan jumlah minyak yang digunakan sama).
Sekarang, brand beras porang sudah banyak, tapi yang sempat ramai sebagai pelopor didukung marketing yang bagus ya Fukumi.
Tapi di sosial media kok gak seheboh itu kak?
Kalau memang makanan sehat dan enak kenapa gak ramai dibicarain dan heboh semua orang beli?
Kalau ada yg nanya pertanyaan di atas, maka jawaban saya kembali lagi ke salah satu faktor utama dalam membeli sesuatu.
Bermanfaat? (Tentu, sehat malah)
Rasanya? (Enak, gak seseret beras merah)
Harganya? (Nah ini, minimal 150.000/Kg)
Jadi ya, pada mundur begitu dengar harganya. Padahal kalau dari rasa dan teksturnya, keluarga saya yang nyerah makan beras merah karena gak tahan dengan tekstur dan rasanya akhirnya pada doyan beras porang.(Rendang padang pakai nasi porang enak lho, kalau pakai nasi merah, agak berubah rasanya di mulut).
Dalam konteks diet dan manajemen berat badan, beras porang dapat menjadi alternatif yang menarik bagi mereka yang ingin mengurangi asupan kalori.
Penutup dari saya: Semoga ke depannya harganya bisa makin turun.
Salam dan semoga bermanfaat.
Referensi :
Comments